Beranda | Artikel
Safar Dakwah di Jayapura Papua 31 Oktober - 5 November 2013
Selasa, 5 November 2013

Jayapura adalah kota yang terletak di ujung timur Indonesia tepatnya di propinsi Papua. Kota tersebut banyak dihuni para pendatang dari tanah Jawa, Maluku dan Sulawesi sehingga hampir 30% penduduk Jayapura adalah muslim. Berikut adalah cerita dari safar kami selama 5 hari di Jayapura, Papua yang juga menjadi kota kami tumbuh besar hingga Sekolah Menengah Atas.

Selasa, Sudah Bersiap-Siap ke Papua

Sejak Selasa malam (29 Oktober 2013), kami sudah berangkat menuju Jakarta. Sengaja kami memilih transit di Jakarta untuk memanfaatkan waktu mengisi kajian di dua majelis di sana karena baru berangkat Rabu malamnya. Tepatnya pukul 23.55 WIB pada hari Rabu, kami berangkat menuju Papua dengan Batik Air. Pukul 07.30 WIT, pesawat tiba di Bandara Sentani Jayapura, Papua. Namun ada kejadian lucu, hampir saja pesawat tidak jadi mendarat dikarenakan ada anjing yang mondar-mandir di Bandara. Padahal sudah hampir dekat bibir landasan, pesawat kembali tancap gas ke atas dan berputar di atas Danau Sentani yang indah menawan. Akhirnya -alhamdulillah, segala puji bagi Allah-, pesawat kami pun bisa mendarat dengan selamat.

Perlu diketahui bahwa pemandangan anjing dan babi adalah suatu hal yang biasa di tanah Papua. Mahar nikah saja bisa berupa beberapa ekor babi bagi sebagian suku di tanah Papua. Kadang kedua binatang tersebut dan binatang ternak lainnya bisa masuk di Bandara. Ada cerita di salah satu kota di Papua, sempat sapi masuk bandara saat pesawat landing sehingga menimbulkan kerusakan yang parah pada pesawat tersebut di mana dalam beberapa bulan tidak bisa dioperasikan.

Di depan pintu kedatangan, kami sudah dijemput orang tua kami sendiri. Sesaat menunggu bagasi, kami pun bersiap menuju kota Jayapura dari Sentani. Sebelum beranjak ke kota Jayapura, kami sempat mampir di kantor Kabupaten Jayapura di Gunungmerah. Subhanallah, pemandangan indah kami temukan di atas gunung tersebut. Dan kami sempat mengambil beberapa  gambar menarik di sana.

Dalam perjalanan menuju kota, kami dan orang tua mampir sarapan di Entrop (dekat  kantor Walikota Jayapura) di rumah makan ikan yang cukup enak. Rata-rata biaya makanan cukup mahal, tiga orang bisa menghabiskan 250 ribu rupiah (include: minuman). Menu ikan tersebut langsung dipancing dari akuarium dan langsung digoreng.  Tetapi biaya tadi terbayarkan dengan lezatnya sambal dan ikan yang jarang kami temukan di tanah Jawa.

Siap Kajian Sore di Masjid At Taubah Entrop

Setelah sampai di rumah kediaman kami di APO Gunung dan bertemu dengan ibu tercinta, kami beristirahat sejenak untuk persiapan kajian sore di Masjid At Taubah. Hampir seluruh kajian di kota Jayapura berpusat di Masjid At Taubah sekitar 15 menit menempuh perjalanan dari pusat kota jika tidak macet.

Materi sore itu adalah “Bagaimana Cara Mengagungkan Ilmu” yang kami ambil dari bahasan guru kami, Syaikh Sholeh Al ‘Ushoimi hafizhohullah. Ada 12 point yang kami sampaikan pada para ikhwan Jayapura dalam kajian tersebut. Di antaranya kita mesti ikhlas dalam menuntut ilmu, bagaiman cara menuntut ilmu, dan perlu kesungguhan dalam belajar. Ada berbagai kisah yang diceritakan di antaranya dari Imam Al Khotib Al Baghdadi ketika ia mempelajari kitab Shahih Al Bukhari dari gurunya hanya dalam tiga kali majelis. Ini menunjukkan bagaimana kesungguhan para ulama dalam belajar. Inilah kajian perdana kami di hari Kamis tersebut ketika baru tiba di kampung halaman.

Hari Kedua, 1 November 2013

Di Shubuh hari pada hari kedua, 1 November 2013, kami mulai mengisi kajian di Masjid Raya Baiturrohim di Jl. Ahmad Yani Klofkamp (dekat dengan pusat kota). Masjid Raya ini yang kami anggap sebagai pusat dakwah di kota Jayapura karena megahnya masjid tersebut dibanding masjid-masjid lainnya.

Materi yang kami angkat adalah fikih thoharoh dari kitab Matan Al Ghoyah wat Taqrib karya Al Qodhi Abu Suja’. Pembahasan ini dipilih karena jama’ah Masjid Raya lebih fanatik pada madzhab Syafi’i sehingga dipilihkah kitab tersebut. Namun dalam pembahasan, tentu kami menjelaskan jika ada yang kurang tepat dalam penjelasan Abu Syuja’ dengan mempertimbangkan dalil dan pendapat ulama madzhab lainnya. Pertemuan perdana di Masjid Raya tadi diawali dengan pembahasan prinsip Imam Syafi’i dalam beragama dan penjelasan tentang pembagian air. Masyarakat muslim yang mengikuti kajian sabar menanti hingga 30 menit kajian berakhir.

Hari kedua tersebut bertepatan dengan hari Jum’at dan kami ditunjuk sebagai Khutbah Jum’at di Masjid At Taubah Entrop. Tema yang diangkat kala itu adalah kisah Juraij yang dido’akan jelek oleh ibunya dan doa ibu tersebut terkabul. Dalam kisah tersebut juga disebutkan bayi yang bisa berbicara padahal masih dalam momongan.

Di sore hari setelah shalat ‘Ashar, kami mengisi kajian di dekat rumah yaitu di Masjid Al Istiqomah APO Bengkel – masjid yang kami tumbuh besar mempelajari Al Qur’an-. Di masjid tersebut kami membahas hadits dari kitab Bulughul Marom tentang hak-hak sesama muslim.

Di hari yang sama setelah Maghrib, kami kembali menyampaikan materi mengenai “Jual Beli yang Terlarang” di mana tulisan ini pernah dimuat di wesbite pribadi kami Rumaysho.Com. Tanya jawab pun berlangsung menarik setelah kajian karena banyak yang menanyakan mengenai masalah riba dan kredit.

Hari Ketiga, 2 November 2013 Sambil Jalan-Jalan ke Papua New Guinea

Di shubuh hari, seperti kemarin, kami mengisi kembali kajian di Masjid Raya Baiturrohim dengan membahas tema fikih thoharoh pembahasan khusus tentang masalah kulit, bejana emas dan perak serta penjelasan siwak.

Bersiap kembali pada pukul 08.00 WIT, kami menuju daerah Holtekamp yaitu Ma’had Darul ‘Ilmi asuhan Ustadz Hadi (alumni Gontor dan salah seorang murid Ustadz Ja’far Umar Tholib). Saat itu kami berangkat bersama Akh Ahmad dan Akh Edi selaku ketua Majelis Ta’lim Al ‘Ilmu. Ma’had tersebut terbilang ma’had baru dan masih sedikit dana yang digelontorkan untuk pembangunan ma’had tersebut. Ma’had tersebut berada di daerah transmigran yang masih sedikit sadar akan Islam.

Di Ma’had Darul ‘Ilmi, kami menyampaikan tema riba sebagai kelanjutan dari materi malam hari di Masjid At Taubah. Bahasan tersebut berisi penjelasan bahaya riba, macam-macam riba dan seluk beluk riba masa kini. Sehabis penjelasan materi, banyak pertanyaan yang muncul hingga kajian berakhir pada siang hari, pukul 11.30 WIT.

Setelah kajian di Holtekamp, kami beranjak menuju daerah perbatasan di Skouw, yaitu perbatasan antara Indonesia dan Papua New Guinea.

jayapura_PNG
jayapura_PNG

Ketika itu bertepatan dengan hari pasaran di mana warga PNG dibolehkan masuk ke daerah Indonesia untuk berbelanja kebutuhan mereka.

Topi yang dijual orang PNG di daerah perbatasan
Topi yang dijual orang PNG di daerah perbatasan

Mata uang mereka yaitu Kina memiliki nilai lebih tinggi daripada rupiah sehingga membuat mereka senang bershopping ria di daerah perbatasan sambil membawa gerobak ketika pulang. Desa PNG yang berbatasan langsung dengan Indonesia adalah Desa Wutung.

Desa Wutung, PNG
Desa Wutung, PNG

Di atas desa tersebut, kami sempat mengambil beberapa foto dan video yang bertema semangat dalam hal yang bermanfaat. Insya Allah video tersebut akan dimuat di Yufid TV dan di Youtube.

Ketika pulang dari perbatasan, kami melaksanakan shalat Ashar di Koya Timur dan berbelanja jagung dan kacang di daerah tersebut yang di mana para penjualnya adalah para transmigran dari tanah Jawa yang menjual hasil pertanian mereka sendiri.

Sore hari, kami bersiap-siap lagi untuk membahas materi “Taat pada Penguasa” di Masjid Polda Papua. Kami bertemu Pak Gatot -seorang polisi yang berasal dari Gunungkidul-, di mana beliau adalah salah satu anggota polisi yang rajin menimba ilmu agama. Materi taat pada penguasa terasa sangat cocok ketika dibahas di Masjid Polda karena mengingat aparat dan pemerintah di negeri kita kadang dilecehkan oleh rakyatnya. Padahal taat pada penguasa adalah suatu kewajiban seorang muslim meskipun dalam hal yang kita tidak sukai pada mereka. Bahkan dalam keadaan ia berbuat zhalim pun, kita mesti taat. Beberapa aparat turut hadir  termasuk dari tentara, dan mereka sangat berterima kasih dengan adanya materi tersebut. Pembahasan materi berlangsung dari Maghrib dan dilanjutkan kembali setelah shalat Isya, diikuti dengan tanya jawab. Materi yang disampaikan bersumber dari hadits-hadits yang disebutkan oleh Imam Nawawi dalam kitab Riyadhus Sholihin tentang taat pada ulil amri. Setelah kajian, kami sempatkan dinner dengan para ikhwah kajian seperti Akh Bambang, Akh Ahmad, Akh Edi, serta Akh Abu Hudzaifah Nanang serta orang tua kami.

Hari Ahad, 3 November 2013

Acara pada hari Ahad lebih padat dari hari sebelumnya. Hari itu dimulai dari kajian Matan Al Ghoyah wat Taqrib di Masjid Raya Baiturrahim Jayapura sebagaimana hari sebelumnya Ba’da Shubuh selama 30 menit. Tema lanjutan yang dibahas adalah rukun dan sunnah wudhu. Dan perlu diketahui bahwa yang menghadiri kajian-kajian kami sejak awal banyak dari aparat kepolisian maupun tentara. Alhamdulillah, banyak yang dapat hidayah dan ternyata karena sering menonton TV Rodja. Bahkan kajian kami di kota Jayapura banyak diketahui dari running text TV Rodja. Moga Allah memberkahi para pengelola TV Rodja yaitu Akh Fawas dan lainnya.

Dilanjutkan di pagi hari jam 08.00 WIT, kami berangkat dengan mobil carteran ke daerah Kotaraja Furia,  di Masjid Al Ahkam. Di sana diadakan bedah buku yang diterbitkan Pustaka Muslim yaitu “Mengikuti Ajaran Nabi Bukanlah Teroris“. Kajian berlangsung selama kurang lebih 2 jam. Sehabis kajian, panitia menyediakan makan siang berupa nasi padang. Yang bisa kami simpulkan saat itu ternyata ilmu agama dari kaum muslimin di Jayapura masih minim ditambah dengan kurangnya tenaga pengajar di sana. Karena sampai saat ini belum ada ustadz yang menetap di kota Jayapura yang bisa membina mereka secara rutin.

Selepas kajian sekitar jam 13.00 WIT, kami bertolak menuju perumahan Jaya Asri di Entrop. Di sana, kami pun diminta mengisi kajian oleh keluarga besar Ambon pas bertepatan dengan acara arisan keluarga. Yang menghadirinya kebanyakan adalah ibu-ibu dan sedikit dari bapak-bapak. Dan keluarga tersebut adalah keluarga Ambon muslim. Selama kurang lebih satu jam, kami memberikan pengajian ditutup dengan tanya jawab. Materi yang disampaikan adalah sederhana yaitu tentang hakekat syukur. Di dalamnya kami memberi motivasi untuk menjaga shalat dan kami jelaskan bahaya jika meninggalkan shalat lima waktu karena Umar bin Khottob pernah berkata bahwa orang yang meninggalkan shalat bukanlah muslim. Siraman ilmu yang kami berikan sebenarnya singkat, namun pertanyaan datang begitu banyak secara langsung setelah itu. Uniknya, pertanyaan begitu sederhana karena yang bertanya adalah orang-orang yang memang awam. Ada yang bertanya tentang cara berniat, doa setelah shalat Dhuha, niat puasa dan lainnya. Ada seorang bapak yang pekerjaannya adalah sebagai sopir, ia bertanya mengenai niat puasa senin kamis. Kami jawab dengan sederhana bahwa niat itu begitu gampang, cukup di dalam hati dan Nabi shallallah ‘alaihi wa sallam tidak pernah mengajarkan pada kita untuk melafazhkan niat. Spontan ia menyalami tangan kami, karena anggapan dia kok niat bisa segampang itu,  tidak perlu dilafazhkan?!

Setelah dari Jaya Asri, kami bergegas ke Masjid Al Istiqomah APO karena akan mengisi kembali kajian di sana. Kami kebetulan membawa kitab Riyadhus Sholihin. Kami buka pembahasan adab makan saat itu. Selepas shalat Ashar, kami menyampaikan beberapa hadits dari kitab tersebut. Lalu berlangsung diskusi dan tanya jawab seperti  biasa. Bahasan makan saat itu adalah seputar memulai makan dengan membaca bismillah dan hukum makan dengan tangan kanan.

Ada waktu luang kurang lebih dua jam setelah itu. Selepas Maghrib, kami harus mengisi kajian di Pasir Dua di Masjid Jabal Hikmah. Pasir Dua adalah daerah indah, di bawahnya terdapat pantai Base-G yang langsung lepas ke Samudera Pasifik. Materi yang disampaikan di masjid tersebut adalah pembahasan Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al Fatawa mengenai 10 Pelebur Dosa.

Selepas kajian, kami kembali harus beristirahat karena esok harinya sejak Shubuh harus kembali memberikan kajian di Masjid Raya Baiturrohim.

Hari Kajian Terakhir

Tanggal 4 Oktober adalah hari kajian terakhir bersama Majelis Ta’lim Al Ilmu. Selepas shubuh di Masjid Raya Baiturrohim, kami membahas kitab Matan Al Ghoyah wat Taqrib. Saat itu, tema yang diangkat adalah adab buang hajat dan pembatal wudhu. Selepas kajian, kami didekati oleh seorang jama’ah yang saat ini diangkat sebagai guru agama di SDN Inpres 1 APO (tempat kami menimba ilmu di sekolah dasar dahulu). Beliau adalah Bp Mayor Muhammad Abdullah Al Faqih, SAg. Ia sebenarnya tentara berpangkat mayor, namun ia juga punya gelar S1 berupa pendidikan agama. Beliau banyak berdiskusi dengan kami saat itu tentang dakwah di Papua dan juga hadir saat itu Mayor La Ode yang berdinas di Kodam XVII Cenderawasih. Sangat bagus diskusi yang terjadi dengan mereka berdua. Dan kami ingin ke depannya mengisi kajian di tempat mereka, kajian khusus mengenai Taat pada Penguasa dan Asal Mula Terorisme untuk diterangkan pada para tentara.

Setelah diskusi tadi, kami beranjak naik ke kompleks Kodam. Di situ pemandangan sangat indah karena kami bisa melihat Masjid Raya dan kota Jayapura secara langsung dari atas gunung. Di tempat tersebut, kami sengaja mengambil beberapa video nasehat untuk dimuat di yufid TV dan Rumaysho TV nantinya.

Setelah dari Kodam, kami bersiap-siap ingin ke sekolah kami di SMA 2 Jayapura, di daerah Dok IX. Di sana, kami datang bersama Mas Yayat (yang berada satu level di atas kami di SMA 2) dengan kendaraan pribadinya. Kami menemui beberapa guru kami seperti Pak Mukhsin dan melihat sekolah tersebut dengan ditemani beliau. Saat ini SMA 2 sudah begitu berkembang dengan perubahan gedung serta bertambahnya ruangan kelas dan laboratorium.

Dari SMA 2, kami dan Mas Yayat turun ke pantai Base-G untuk melihat indahnya Samudera Pasifik. Namun qodarullah, hujan deras saat itu turun di pantai dan kami tidak bisa mengambil gambar pemandangan selain dari atas mobil.

Suasana Pantai Base G dan Samudera Pasifik
Suasana Pantai Base G dan Samudera Pasifik

Dari pantai Base-G, dengan Mas Yayat, kami bertolak menuju Angkasa, daerah perbukitan di kota Jayapura. Dari sana bisa  dilihat pemandangan indah Samudera Pasifik, tanjung dan teluk Jayapura. Beberapa gambar indah sempat diambil di daerah pegunungan tersebut. Lalu setelah dari Angkasa, kita berdua menuju Entrop untuk makan siang.

Selepas shalat Zhuhur di Masjid Al Hidayah Entrop, kami menuju Polimak ke suatu gunung yang dapat melihat kota Jayapura dan pelabuhan Jayapura secara langsung. Beberapa cuplik video diambil dari tempat tersebut dengan background pelabuhan dan teluk Jayapura. Subhanallah, begitu indahnya.

Pelabuhan Jayapura dari Gunung Polimak
Pelabuhan Jayapura dari Gunung Polimak

Tak terasa sudah menjelang Ashar, kami harus bergegas kembali bersama Mas Yayat ke kediaman kami di APO. Karena setelah Ashar, kami harus mengisi kajian di Masjid Al Istiqomah APO membahas adab makan dari kitab Riyadhus Sholihin. Setelah penyampaian materi, diskusi menarik pun terjadi karena ada yang menanyakan mengenai hukum merayakan 1 Muharram yang akan diadakan malam hari di masjid tersebut.

Setelah kajian di masjid APO, kami bergegas menuju Entrop untuk menunggu kajian di Masjid At Taubah namun sebelumnya kami mampir sebentar di pantai Dok II, teluk Jayapura untuk perekaman video.

Kapal di Teluk Jayapura yang dipotret dari Pantai Dok II
Kapal di Teluk Jayapura yang dipotret dari Pantai Dok II

Kami bergegas ke Entrop setelah itu karena hari itu ada demo yang dilakukan di depan kantor Gubernur Jayapura yang saat itu memacetkan jalan-jalan besar di kota Jayapura. Menjelang Maghrib, alhamdulillah kami sudah berada di Masjid At Taubah. Malam itu, kami mengisi kajian dengan tema “Adakah Bid’ah Hasanah?” Nasehat sederhana kami sampaikan pada para ikhwah untuk berdakwah dengan lemah lembut terutama ketika menjelaskan pada masyarakat yang masih antipati dengan bid’ah di Jayapura dan watak orang Papua yang memang keras. Kekerasan tentu tidak dibalas dengan kekerasan. Itulah kajian terakhir kami bersama Majelis Ta’lim Al ‘Ilmu.

Menjelang Keberangkatan ke Jogja

Di shubuh hari, 5 November 2013, kami masih berkesempatan untuk mengisi kajian di Masjid Al Istiqomah APO dekat kediaman kami. Di sana, kami kembali membahas adab makan dari kitab Riyadhus Sholihin yang membahas makan dalam keadaaan bersandar dan makan sambil berdiri. Itulah akhir kajian kami selama safar kami di kota Jayapura.

Jam 06.00 WIT, kami harus bergegas menuju Bandara Sentani ditemani saat itu oleh Akh Edi, Akh Ahmad dengan mobil pribadi Akh Abu Abror.

Alhamdulillah, jam 08.45 WIT pesawat Batik Air take off dari bandara Sentani Jayapura menuju Jakarta selama kurang lebih 5 jam. Saat ini kami sudah tiba di Jakarta tepat pukul 11.30 WIB.

Terasa ingin kembali lagi di kampung halaman kami, Jayapura Papua. Anda pun yang membaca tulisan ini jika terbang ke Papua akan tertarik pergi ke sana karena indahnya pemandangan dan suasana pantai di Jayapura. Ustadz Zaenal Abidin dan Ustadz Agus Hasan Bashori -semoga Allah menjaga mereka berdua- yang pernah beberapa waktu ke Jayapura untuk memberikan pengajian juga merasakan indah kota Jayapura dan berencana ingin kembali. Karena alam kota Jayapura masih asri, indah, natural dan belum tercemar banyak polusi seperti di kota-kota lainnya.

Da’i yang paham sunnah di Papua memang masih sangat kurang dan masyarat muslim pun masih butuh siraman ilmu. Alasan inilah yang membuat kami semangat untuk kembali ke sana minimal setahun dua kali setiap tahunnya. Dan rencana Mei 2014, kami akan kembali mengisi kajian dan hadir di kota Jayapura.

Semoga Allah memberikan keberkahan ilmu dan amal bagi ikhwah di kota Jayapura, moga mereka diberi keistiqomahan.

Selesai ditulis lewat perangkat iPad di pesawat Batik Air saat perjalanan Jayapura – Jakarta, 1 Muharram 1435 H

Penulis: Muhammad Aduh Tuasikal

Artikel Muslim.Or.Id

🔍 Bayarlah Upah Sebelum Keringat Kering, Hari Yang Dilarang Untuk Berpuasa, Bersabar Dalam Islam, Al Binaa


Artikel asli: https://muslim.or.id/18758-safar-dakwah-di-jayapura-papua.html